Dalam
kehidupan, terdapat nilai-nilai yang lahir dalam suatu masyarakat. Nilai itu
sendiri adalah sesuatu yang dianggap baik dan benar. Nilai adalah sesuatu yang
dianggap berharga oleh suatu masyarakat. Nilai itu sendiri diwujudkan dalam
bentuk norma yang berguna untuk mengatur hidup manusia. Nilai tersebut
diimplementasikan dalam bentuk norma. Berikut adalah beberapa nilai yang
dikaitkan hubungannya dengan integrasi nasional, antara lain :
1. KESOPANAN
Bahasa dan sopan santun menunjukkan cerminan pribadi seseorang.
Sifat atau watak pribadi seseorang dapat dilihat dari perkataan yang ia ucapkan
maupun penampilan diri. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun,
sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi yang berbudi. Bagi
saya nilai kesopanan merupakan perwujudan budi pekerti luhur yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan dari berbagai orang dalam kedudukannya
masing-masing, seperti: orang tua dan guru, para pemuka agama dan masyarakat
umum dan tulisan-tulisan dan hasil karya para bijak.
Dari
pendidikan dan latihan tersebut, saya mewujudkannya dalam bentuk sikap dan
perilaku yang sehat dan serasi dengan kodrat, tempat waktu dan lingkungan
dimana saya berada sehari-hari. Perwujudan nilai sopan santun disesuaikan
dengan kondisi dan situasi secara pribadi ( individu ) maupun secara kelompok. Secara
Pribadi dapat mewujudkan tata krama dan sopan santun dalam kehidupan
sehari–hari sesuai nilai sopan santun sebagai pencerminan kepribadian dan budi
pekerti luhur.Sikap dan perilaku
tersebut saya wujudkan dalam:
1.Sikap
berbicara
2.Sikap
duduk
3.Sikap
berdiri
4.Sikap
berjalan
5.Sikap
berpakaian
6.Sikap
makan dan minum
7.Sikap
pergaulan
8.Sikap
penghormatan
9.Sikap
menggunakan fasilitas umum Secara Kelompok
Saya
sebagai mahluk sosial yang memiliki norma nilai sopan santun, berkepribadian
dan berbudi pekerti luhur harus dapat mewujudkan sikap dan perilaku kelompok
sehari-hari sesuai dengan norma nilai sopan santun dilingkungan sosialnya.
Pencerminan sikap dan perilaku bermasyarakat dan bernegara antara lain sebagai berikut :
- Menghormati orang yang
lebih tua.
- Menerima sesuatu selalu
dengan tangan kanan.
- Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan sombong.
- Tidak meludah di
sembarang tempat.
Hubungan Nilai Kesopanan dengan
Integrasi Nasional
Nilai kesopanan merupakan karakteristik masyarakat Indonesia
yang sangat menjunjung tinggi persaudaraan, saling menghormati dan menghargai
orang lainnya sangatlah kental, bahkan kadang sering saya lihat banyak yang
berbasa-basi atau memaksakan diri untuk menegur dan bercengkrama hanya untuk
menanyakan kabar pribadi dan keluarga masing-masing, kemudian baru dilanjutkan
dengan membicarakan suatu kejadian, masalah ataupun topik pembicaraan yang
menarik perhatian sehingga akhirnya menyatu didalam komunikasi yang hangat dan
bersahabat.
Keadaan sekarang ini yang secara realita kebudayaan terus berubah
karena masuknya budaya barat akan sulit mempertahankan kesopanan di semua
keadaan ataupun di semua tempat. Misalnya saja sopan santun dalam tutur kata.
Di barat, anak-anak yang sudah dewasa biasanya memanggil orang tuanya dengan
sebutan nama, tetapi di Indonesia sendiri panggilan tersebut sangat tidak sopan karena orang tua
umurnya lebih tua dari kita dan kita harus memanggilnya bapak ataupun
ibu. Kemudian sopan santun dalam berpakaian, di luar negeri orang yang
berpakaian bikini di pantai bagi mereka wajar. Tapi bagi kita berpakaian
seperti itu sangat tidak sopan karena dianggap tidak sesuai dengan norma
kesopanan.
Maka dapat disimpulkan bahwa nilai
kesopanan merupakan bentuk dari jati diri bangsa. Bangsa tersebut dapat
dikatakan baik atau buruknya etika warga Negara terlihat jelas dari nilai
kesopanan. Oleh karena itu, sangat penting kita terapkan nilai kesopanan mulai
dari sekarang, terutama dalam bermasyarakat dan bernegara karena nilai
kesopanan merupakan pembentuk jati diri bangsa. Integrasi nasional menjadi
benteng kita dari dampak negative globalisasi dan alat pemersatu nilai
kesopanan dengan menempatkan kurikulum yang memberikan
pendidikan Karakter kepada peserta didik sebagai masa depan Indonesia. Pada
tingkat dasar pendidikan karakter masuk dalam Pendidikan Kewarganegaraan(PKn).
Pendidikan karakter mengajarkan budi pekerti yang berisi nilai-nilai perilaku
manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan ke-burukannya melalui ukuran
norma agama, norma hukum, tata krama, dan sopan santun, norma budaya/adat
istiadat masyarakat. Pendidikan karakter akan mengidentifikasi perilaku positif
yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap,
perasaan, dan kepribadian peserta didik. Budi pekerti luhur dapat menciptakan sikap
sopan santun, suatu sikap dan perbuatan menunjukkan hormat, takzim, tertib
menurut adat yang baik yang menunjukkan tingkah laku yang beradab.
2. NILAI KETEKUNAN
Ketekunan
merupakan sikap pantang menyerah, telaten dan ulet yang ditunjukkan seorang
manusia untuk mencapai tujuan. Nilai ketekunan amat sangat penting bagi
kehidupan manusia karena melalui nilai itulah bisa diukur seberapa besar tekad
dan usaha seseorang untuk mencapai keinginannya.
Dalam
konteks pendidikan nasional, ketekunan merupakan salah satu pilar yang sangat
penting. Terdapat sembilan pilar yang saling berkaitan dalam system pendidikan
di Indonesia, yaitu responsibility (tanggung jawab), respect (rasa
hormat), fairness (keadilan), courage (keberanian), honesty
(kejujuran), citizenship (kewarganegaraan), self-discipline
(disiplin diri), caring (peduli), dan perseverance
(ketekunan). (http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/28/pendidikan-karakter-untuk-bangsa-yang-rapuh-berkarakter/)
Dalam
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, nilai ketekunan bisa ditemukan dalam
tindakan seperti berikut :
·
Untuk menjadi juara kelas, maka harus
tekun belajar.
·
Untuk membeli suatu barang yang
diinginkan tanpa meminta uang dari orang tua, harus tekun mengumpulkan uang
atau menyisakan uang saku.
·
Supaya tugas selesai dengan baik dan
tepat waktu, harus dikerjakan secara telaten dan sungguh-sungguh.
·
Untuk mendapat IP yang tinggi, harus
tekun mengikuti perkuliahan, yaitu dengan rajin masuk kuliah, mengerjakan semua
tugas, dan belajar dengan sungguh-sungguh.
Berkaitan
dengan integrasi nasional, nilai ketekunan memegang peranan penting bagi
persatuan negara Indonesia. Ketekunan harus diterapkan bagi masing-masing diri
warga negara Indonesia. Jika semua warga negara Indonesia memiliki ketekunan
dalam masing-masing kegiatannya, maka tidak heran jika negara ini akan menjadi
negara maju. Kemajuan suatu negara akan sangat berpengaruh bagi
integrasi/persatuan suatu negara. Jarang sekali kita mendengar dalam negara
maju terjadi pemberontakan dari suatu kelompok masyarakat yang ingin berlepas
diri dari negara itu.
Contoh
nyata dari nilai ketekunan yang sangat berpengaruh bagi integrasi nasional
adalah negara jepang. Jepang dikenal sebagai negara maju yang penduduknya
memiliki ketekunan yang sangat tinggi. Mereka sanggup menciptakan teknologi
melalui ketekunan kerja mereka. Tidak heran jika warga Jepang sangat
membanggakan negaranya dan memiliki nasionalisme yang sangat tinggi terhadap
negaranya. Hal inilah yang sepatutnya ditiru bangsa Indonesia. Melalui
ketekunan, kita warga Indonesia bisa melakukan sustu hal yang dapat mengharumkan
nama negeri ini sehingga kecintaan kita terhadap tanah air akan sangat tinggi.
3.
DISIPLIN
A.
PENGERTIAN KEDISIPLINAN
Disiplin adalah sikap/ tindakan yang sesuai dengan aturan dan tata
tertib yang berlaku. Jadi, kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai –
nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Kedisiplinan
dalam proses pendidikan sangat diperlukan karena bukan hanya untuk menjaga
kondisi suasana belajar dan mengajar berjalan dengan lancar, tetapi juga untuk
menciptakan pribadi yang kuat bagi peserta didik.
B.
CONTOH/ FAKTA
PERILAKU DISIPLIN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
1.
Setiap
hari saya bangun tidur jam 5 pagi dengan tekun dan teliti lalu merapikan tempat tidur, setelah tempat tidurnya rapi, bersiap-siap
mandi. Selesai mandi, saya melakukan sholat subuh, kemudian bersiap-siap. Saya
menuju ke meja makan untuk sarapan pagi bersama keluarga. Saya kemudian
berpamitan pada kedua orang tuanya. Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh saya
pun berangkat ke kampus.
2. Setiap hari, perkuliahan masuk pukul 07.30. Setiap hari saya sampai di
kampus pukul 07.15
sehingga saya tidak pernah terlambat dalam mengikuti perkuliahan.
3. Ketika saya mengendarai sepeda motor, diperempatan jalan lampu lalu
lintas berwarna kuning menyala. Saya mengurangi laju sepeda motor saya. Ketika
lampu berwarna merah saya berhenti. Dan juga selalu memakai helm dan membawa
SIM dan STNK kemanapun saya pergi.
C.
CIRI-CIRI
ORANG DISIPLIN
a.
Selalu menaati peraturan/ tata
tertib yang ada.
b.
Selalu
melaksanakan tugas dan kewajiban yang diterimanya dengan tepat waktu.
c.
Kehidupannya teratur.
d.
Tidak
mengulur-ulur waktu dan menunda pekerjaan.
D. MANFAAT DISIPLIN
a.
Kehidupannya tenang, tenteram
dan teratur.
- Menumbuhkan
sikap tanggung jawab anggota keluarga terhadap kepentingan bersama dalam
keluarga.
- Membiasakan
mengatur dan mentaati penggunaan waktu untuk urusan keluarga secara
teratur.
- Membiasakan
hidup tertib.
- Mentaati
norma sopan santun, norma moral dan norma keagamaan dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat.
f.
Tugas
dapat selesai tepat pada waktunya.
g.
Menguntungkan
diri sendiri dan orang lain.
h.
Dapat
menghemat waktu, biaya, dan tenaga.
E. KAITAN ANTARA KEDISIPLINAN DENGAN INTEGRASI NASIONAL
Setiap orang dalam hidup bernegara pasti diatur oleh hukum yang berlaku
pada suatu negara itu. Di Indonesia, misalnya setiap warga negara wajib
membayar pajak kepada negara. Kalau semua warga negara disiplin dalam membayar
pajak maka pembangunan negara akan berjalan lancar, ekonomi negarapun akan jadi
kuat. Jika semua warga negara sadar akan hal itu maka negara Indonesia akan
maju, tidak akan ada wilayah dari negara Indonesia yang ingin keluar dari
Indonesia karena kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan kehidupan
rakyatnya pun akan menjadi makmur dan sejahtera. Dengan semua itu maka akan
menyatukan semua warga Indonesia (integrasi) yang terdiri dari berbagai suku,
ras, agama, dan budaya dengan semboyan “Walaupun berbeda-beda tetap satu juga”
4. TENGGANG RASA DAN KEPEDULIAN
Nilai
tenggang rasa adalah nilai yang harus ada dan tertanam dalam seluruh elemen
masyarakat khususnya masyarakat dalam satu kesatuan utuh sebagai bagian dari
satu bangsa dan satu Negara.
Nilai
kepedulian adalah nilai yang harus muncul dan terwujud dalam pribadi diri
seseorang kemudian nilai tersebut di praktekan di dalam kehidupan sehari-hari
dan berkesimbungan ke masyarakat lain sebagai pihak yang saling berkaitan,
selanjutnya nilai tersebut mewujudkan kesadaran bahwa individu-individu yang
saling berkaitan itu tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan, adanya
nilai kepedulian ini sebagai tanda dan dari nilai inilah terciptakan sebuat
ikatan batin di antara individu satu dengan individu yang lainnya.
Kedua
nilai diatas sebagai perwujudan pembentuk keeratan antara individu/kelompok
satu dengan individu/kelompok lain
berkaitan erat dan membentuk rasa persatuan dan kesatuan sebagai bagian dari
satu bangsa dan satu Negara yang utuh.
5.
KERUKUNAN
Kerukunan adalah salah satu nilai yang berkaitan
erat dengan integrasi nasional. Kerukunan di sini memiliki arti yang luas,
bukan hanya menjurus pada kerukunan beragama saja. Namun, juga merupakan
kerukunan dalam hal lain seperti kerukunan antar suku, ras, dan lain-lain.
Dalam kerukunan, haruslah kita mengedepankan sikap toleransi yagn tinggi.
Toleransi merupakan kunci dari kerukunan tersebut. Jika kita sudah tidak dapat
toleransi, maka dapat timbul suatu konflik. Misalnya dalam kehidupan
sehari-hari, Ani dan Ana akan mengerjakan tugas kuliah bersama, di waktu
bersamaan datang waktu shalat Duhur. Ana yang memiliki agama yang berbeda harus
memiliki rasa toleransi kepada temannya si Ani untuk mengizinkannya melakukan
kewajibannya itu.
Kaitan kerukunan dengan integrasi nasional adalah
kerukunan dapat memperkokoh integrasi nasional. Apabila semua warga negara
dapat mengedepankan kerukunan dengan menunjukkan sikap dan perilaku toleransi
yang ada, maka negara ini rasa persatuannya akan semakin kokoh.
Rendahnya empati dan kepedulian terhadap persoalan minoritas
merupakan gejala dari toleransi pasif. Ketidaktegasan pemerintah dalam
penyelesaian konflik sektarian seperti kasus Ahmadiyah, Syiah, dan sengketa
rumah ibadah mempertebal apatisme publik. Ketidaktuntasan proses penyelesaian
konflik-konflik telah menggerus rasa kepercayaan masyarakat terhadap komitmen
pemerintah. Kondisi semacam ini memicu ketidakpuasan kelompok masyarakat yang
berujung pada lunturnya kepercayaan mereka terhadap efektivitas penegakan
hukum. Masa depan kerukunan umat beragama menjadi taruhannya mengingat potensi
konflik sektarian menjadi bagian tak terpisahkan dari realitas heterogenitas
etnis dan agama.
Meningkatnya intensitas konflik sosial berlatar agama, khususnya
tiga tahun terakhir, telah memaksa kita memahami kembali makna kerukunan
kehidupan beragama dalam konteks kekinian. Penelitian Lazuardi Birru
menyimpulkan bahwa indeks kerentanan radikalisme nasional di tahun 2011 sebesar
43,6 persen, masih jauh dari zona aman, yaitu 33,33 persen. Topik kerukunan ini
mengemuka dalam diskusi terbatas yang diadakan Lembaga Ketahanan Nasional
(20/3/2012) di Jakarta. Kerentanan kerukunan antar-umat beragama akan mengancam
integrasi bangsa. Terlebih, potensi konflik sosial di Indonesia diperkirakan semakin
mengeskalasi beberapa tahun ke depan.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar