Kamis, 05 Juli 2012

PERUBAHAN DARI UUD 1945 KE KRIS 1949


Tugas Mata Kuliah Teori dan Hukum Konstitusi Semester II

A.    Proses Perubahan
Sejarah pemberlakuan dan perubahan UUD 1945 memang selalu kontroversial. Pada awalnya rancangan UUD ini disiapkan oleh Dokuritzu Zyunbi Tjoosakai atau BPUPKI, sebuah badan yang khusus dibentuk oleh pemerintah penjajah Jepang untuk menyiapkan sebuah UUD yang dapat dipergunakan bagi Indonesia yang akan dimerdekaan. Setelah menyelesaikan tugas pokoknya, termasuk melalui episode-episode dramatis dalam perdebatan tentang dasar negara, badan yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat ini dibubarkan dan diganti dengan badan baru, Dokuritsu Zyunbi Iinkai atau PPKI yang diketuai Soekarno. Badan inilah yang kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan peralihan kekuasaan dari penjajahan menjadi negara merdeka setelah sehari sebelumnya, 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia membacakan proklamasi kemerdekaan. Pada tanggal 18 Agustus itu pulalah UUD 1945, setelah sedikit direvisi, PPKI menetapkan UUD yang semula dirancang oleh BPUPKI itu. Meskipun rancangan UUD 1945 itu semula disusun oleh BPUPKI untuk kemudian ditetapkan pemberlakuannya oleh PPKI, namun kesahannya sebagai UUD tak perlu dipersoalkan, sebab fungsi dan tugas kedua lembaga tersebut memang berbeda. Sejak semula BPUPKI memang dibentuk sebagai badan yang membuat rancangan UUD sedangkan PPKI adalah badan yang melakukan peralihan kekuasaan dan menetapkan atau mengesahkan berlakunya UUD.
Namun tidak lama setelah berlakunya UUD 1945, muncullah gerakan untuk tidak memberlakukan UUD 1945. Menurut George McT. Kahin, gerakan ini dipelopori   kelompok pemuda progresif seperti Sjahrir, BM Diah, dan yang lain-lain dengan alasan UUD 1945 (dianggap) berwatak fasis dan menjadi sumber otoriterisme. Ketentuan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 yang memberikan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA kepada Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional sebelum ketiga lembaga tersebut dibentuk dianggap sebagai landasan pemerintahan fasis yang diberikan kepada Presiden. Alasan lain yang dikemukakan oleh kaum muda itu adalah upaya untuk menghalangi upaya Achmad Subardjo yang ketika itu bermaksud menjadikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai partai tunggal di bawah UUD 1945.
Upaya kaum muda ini kemudian dibawa ke Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang pada akhirnya melahirkan Maklumat No.X Tahun 1945 yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Maklumat No.X Tahun 1945 sebenarnya hanya berisi perubahan atas ketentuan pasal IV Aturan Peralihan yang semula menetapkan KNIP sebagai pembantu Presiden menjadi badan legislatif yang otonom atau malah sejajar dengan Presiden disertai dengan pembentukan Badan Pekerja KNIP. Maklumat ini kemudian disusul dengan Maklumat Pemerintah yang berisi perubahan sistem kabinet dari sistem Presidensiil menjadi sistem Parlementer. Jadi hanya dalam waktu kurang dari dua bulan masa berlakunya yang pertama UUD 1945 sudah tidak diberlakukan. Pada umumnya dikatakan bahwa penidakberlakuan UUD 1945 dengan Maklumat No.X dan Maklumat Pemerintah itu merupakan penidakberlakuan dalam praktik tanpa secara resmi menidakberlakukan atau mencabut UUD 1945 itu sendiri. Maklumat No.X berisi :
1.    Bahwa Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, diserahi kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
2.    Bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari, berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka serta yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Dengan keluar Maklumat No.X ini, maka kedudukan Komite Nasional berubah, dari badan yang bertugas membantu Presiden menjadi :
1.      Badan Legislatif (DPR), bersama-sama Presiden membuat undang-undang.
2.      Badan yang ikut serta menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (tugas MPR)
3.      Melaksanakan pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat. (BPKNIP).
Setelah UUD 1945 tidak diberlakukan tanpa secara resmi mengganti UUD melalui Maklumat No.X Tahun 1945 pada tahun 1949  UUD 1945 diganti secara resmi dengan diubahnya bentuk Negara Kesatuan menjadi Negara Federal (Republik Indonesia Serikat) yang memberlakukan Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (KRIS 1949). Perubahan bentuk negara dan konstitusi ini merupakan hasil akhir dari perundingan-perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Belanda yang ketika itu ingin menjajah kembali Indonesia dengan alasan Indonesia dulunya adalah bagian sah dari Kerajaan Belanda namun diambil alih oleh Jepang karena Belanda yang bergabung dengan sekutu-sekutunya kalah perang terhadap Jepang pada tahun 1941. Dengan kalahnya kembali Jepang dalam perang Pasifik tahun 1945 maka Belanda mengklaim bahwa Indonesia secara hukum internasional kembali menjadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Tentu saja klaim Pemerintah Belanda itu ditolak dan dilawan habis-habisan oleh pemerintah dan rakyat Indonesia melalui perang yang disebut Revolusi Kemerdekaan. Dalam babak sejarah ini pemerintah Indonesia pernah memindahkan pusat pemerintahan atau ibukotanya dari Jakarta ke Yogyakarta yakni ketika pada tahun 1946 Belanda melakukan agresi (masuk paksa secara sepihak) ke Indonesia. Selain perang konvensional, perang melawan agresi Belanda itu dilakukan juga dengan perang diplomasi melalui perundingan-perundingan antar pemerintah kedua negara, sampai akhirnya dicapai persetujuan melalui perjanjian “Meja Bundar” yang berhasil memaksa Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun Belanda tidak begitu saja memberikan pengakuan melainkan menyaratkan, antara lain, pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia akan diberikan dengan kesepakatan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah menjadi Negara Federal dengan nama Negara Republik Indonesia Serikat (NRIS). Persetujuan lain yang juga tercakup dalam perjanjian itu adalah terbentuknya Uni-Indonesia Belanda.
Sebagai konsekuensi dari isi perjanjian yang mengubah NKRI menjadi NRIS itu maka ada keharusan dilakukannya perubahan bentuk negara dan konstitusi secara resmi. Berdasar itulah maka sejak tanggal 29 Desember 1949 bentuk NKRI diubah menjadi NRIS dengan sekaligus memberlakukan konstitusi baru yakni Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 (Konstitusi RIS 1949). Berdasar itu pula pengakuan Belanda secara de jure atas kemerdekaan Indonesia terjadi dan berlaku sejak tanggal 29 Desember 1949, bukan 17 Agustus 1945. Konstitusi RIS 1949 secara resmi menganut sistem pemerintahan Parlementer dengan beberapa kekhususan sehingga ada yang menyebutnya bukan sistem yang sepenuhnya murni parlementer.




B.     Analisis Berdasarkan Aturan Konstitusi yang Saat Itu Berlaku dan Teori
Ada tiga hal perlu diperhatikan di sini. Pertama, bentuk hukum perubahan dalam praktik UUD 1945 dengan nama Maklumat pada saat itu tidak terjadi persoalan karena pada saat itu kita belum memiliki UU tentang peraturan perundang-undangan sehingga muncul istilah Maklumat atau Peraturan, bahkan di beberapa daerah ada produk peraturan daerah yang disebut Undang-Undang, misalnya, UU pemilihan umum di Kediri dan Yogyakarta. Kedua, istilah Nomor X bukanlah Nomor Sepuluh (Number Ten) dalam angka Romawi melainkan X dalam arti “tak dikenal pasti” karena bukan merupakan urutan dari peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya. Ketika Maklumat itu dibuat di kantor KNIP Menteri Sekretaris Negara AG Pringgodigdo tidak ingat nomor urut UU yang telah ada sehingga ketika diminta nomor oleh KNIP dan Bung Hatta dia mengusulkan Nomer X saja. Ketiga, keabsahan Maklumat No.X itu pun tidak perlu dipersoalkan, misalnya karena bukan ditetapkan oleh MPR, sebab berdasar Aturan Peralihan Pasal IV pada saat itu kekuasaan MPR ada di tangan Presiden sehingga Presiden pun melakukan hak-hak konstitusional MPR. Bahwa Maklumat No.X itu ditandatangani oleh Wakil Presiden  Mohammad Hatta itu tak perlu dipersoalkan sebab pada saat itu konvensi ketatanegaraan kita menjadikan Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai “dwitunggal” sehingga status Mohammad Hatta itu tetaplah merepresentasikan lembaga kepresidenan, apalagi pada saat itu Soekarno tak pernah mempersoalkan dikeluarkannya Maklumat No.X itu dan praktik ketatanegaraan pun menerimanya. Dengan demikian keabsahan Maklumat No.X itu selain didasarkan pada hukum transisional yang menyatakan bahwa untuk sementara Presiden memegang kekuasaan MPR, DPR, dan DPA jjuga didasarkan pada konvensi ketatanegaraan yang ketika itu berjalan tanpa hambatan sama sekali. Seperti diketahui konvensi ketatanegaraan merupakan juga sumber atau konstitusi itu sendiri.
Sebagai konsekuensi dari isi perjanjian KMB yang mengubah NKRI menjadi NRIS itu maka ada keharusan dilakukannya perubahan bentuk negara dan konstitusi secara resmi. Berdasar itulah maka sejak tanggal 29 Desember 1949 bentuk NKRI diubah menjadi NRIS dengan sekaligus memberlakukan konstitusi baru yakni Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 (Konstitusi RIS 1949). Dengan kata lain, Indonesia mengubah bentuk negara dan konstitusi demi mendapatkan pengakuan dari Belanda secara de jure
Brannon P. Denning (Friedrich,1950) menyatakan, sebuah mekanisme amandemen konstitusi sangat diperlukan untuk menjamin bahwa generasi yang akan datang punya alat untuk secara efektif menjalankan kekuasaan-2 mereka untuk memerintah.
Tahap pembuatan konstitusi
1.      Penetapan agenda
2.      Perancangan à komisi ahli dan parlemen biasa
3.      Penetapan rancangan (partisipasi masyarakat) 
KMB menghasilkan 3 buah persetujuan pokok, yaitu : a. didirikannya Negara Republik Indonesia Serikat, b. penyerahan kedaulatan kpada Republik Indonesia Serikat, c. didirikannya uni antara RIS dengan kerajaan Belanda. Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD, sehingga disusunlah naskah UUD RIS &dibuat oleh delegasi RI serta delegasi BFO pada KMB. UUD yang diberi nama Konstitusi RIS tersebut mulai beelaku tgl 27 Desember 1949, yg terdiri atas Mukadimah berisi 4 alinea, Batang Tubuh yg berisi 6 bab & 197 pasal, sertasebuah lampiran. 
Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi 'Republik Indonesia Serikat yang merdeka & berdaulat adalah negara hukum yg demokratis & berbentuk federasi'. Dengan berubah menjadi negara serikat, maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian & masing-masing memiliki kekuasaan pemarintahan di wilayah negara bagiannya. Negara negara bagian itu adalah : Negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan kenegaraan yg berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah , Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimntan Tenggara & Kalimantan Timur. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku hanya untuk negara bagian RI yg meliputi Jawa & Sumatera dengan ibukota Yogyakarta. 
Sistem pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem parlementer, sebagaimana diatur dlm pasal 118 ayat 1 & 2 Konstitusi RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa 'Presiden tidak dapat diganggu gugat'. Artinya presiden tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas tugas-tugas pemerintahan, karena presiden adalah kepala negara, bukan kepala pemerintahan. 
Pada pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa 'Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untu dirinya sendiri'. Dengan demikian, yang melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap tugas-tugas pemerintahan adalah menteri-menteri.
Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana Menteri, dgn sistempemerintahan parlementer, dimana pemerintah bertanggung jawab terhadapparlemen (DPR).
            Berikut lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS :
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. DPR 
e. MA
f. Dewan Pengawas Keuangan
Konstitusi RIS adalah buatan dari delegasi Indonesia dan Belanda maka dapat disimpulkan bahwa konstitusi tidak sesuai dengan prosedur umum yang berlaku. Salah satunya adalah partisipasi masyarakat, dalam pembuatan konstitusi RIS tidak ada partisipasi masyarakat.

Sumber :
http://www.mahfudmd.com/public/makalah/Makalah_3.pdf
http://www.scribd.com/doc/50273836/Konstitusi-RIS-1949

Tidak ada komentar: